Minggu, 28 Desember 2014

Museum Sasana Wiratama



MUSEUM SASANA WIRATAMA
Museum yang juga dapat disebut Museum Diponegoro ini terletak di Jalan HOS Cokroaminoto TR III/430, Yogyakarta. Museum ini buka setia hari Senin-Sabtu pukul 08.00-14.00 WIB.
Berikut adalah beberapa bukti peninggalan sejarah Pangeran Diponegoro.

Tembok Jebol, saksi sejarah perlawanan Pangeran Diponegoro. Tembok ini dihancurkan hanya oleh tangan kosong.
Keturunan Pangeran Diponegoro

Sejarah perjalanan Pangeran Diponegoro
Nama Pangeran Diponegoro dalam syair

Pameran arsip perjuangan Pangeran Diponegoro


Bapak penjaga museum Sasana Wiratama

Rima Atriani
14/369806/SA/17694

Monjali (Haidar & Andrew)



Pada hari Sabtu, tanggal 6 Desember 2014, kami berlima (Haidar, Andrew, Irma, Renza, Aci) pergi mengunjungi beberapa museum yang ada di Jogja. Kali ini kami akan menceritakan tentang pengalaman kami di Monumen Jogja Kembali, atau yang biasa dikenal sebagai Monjali.

Sekilas Tentang Monumen Jogja Kembali

Monumen ini dibangun pada 29 Juni 1985 yang ditandai dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.



Dipilihnya nama Yogya Kembali dengan maksud sebagai tetenger atau penanda peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Belanda.




Pembangunan monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai ini selesai dibangun dalam waktu empat tahun dandiresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Soeharto.
Monumen setinggi kurang lebih 31.8 m ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan selain memiliki makna melestarikan budaya nenek moyang pra-sejarah.

Pemilihan lokasi Monumen Yogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya Yogya, yaitu monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu imajiner ini sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa dilihat pada lantai 3 ditempat berdirinya tiang bendera.

Di halaman depan, terdapat Rana Daftar Nama Pahlawan dimana pengunjung bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi 'Karawang-Bekasi' karangan Khairil Anwar.


Di dalam museum kami melihat berbagai macam senjata bersejarah sisa peperangan melawan penjajahan Belanda, diantaranya meriam PSU Kaliber 60mm buatan Rusia, senapan semi-otomatis Mauser, Katana, pistol Colt .45, senapan submesin Thompson. 










Selain senjata, kami juga melihat benda- benda lain seperti tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman, dan juga berbagai replika, foto, dokumen dan diorama kejadian bersejarah peperangan Indonesia


Konon total koleksi barang-barang dalam museum tersebut mencapai ribuan.
Setelah selesai mengamati, kami melanjutkan kegiatan dengan memberi makan ikan yang berenang bebas mengitari kolam di seputar monumen.







Museum Sandi Yogyakarta


 
Penulis: - Andi Astriyani Ali (14/365200/SA/17461)
               - Andraine Arkenzi Febreinza (14/365261/SA/17476)

Museum Sandi Yogyakarta


    Mungkin banyak yang tidak tahu tentang keberadaan museum ini, museum yang menyimpan banyak koleksi tentang sejarah persandian di Indonesia, Museum Sandi. Museum yang diresmikan pada tanggal 29 Juli 2008 ini, didirikan oleh Kepala Lembaga Sandi Negara RI, Mayjen TNI Nachrowi Ramli dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Museum ini terletak di jalan Faridan Muridan Noto no.21 Kotabaru, Yogyakarta.

Bangunan Museum Sandi
     Museum sandi terdiri atas 2 lantai dengan bangunan kuno yang sangat khas.Walau bangunan museum sandi terkesan kuno, namun museum tersebut telah dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang lengkap unutuk penunjang. Contohnya yaitu, setiap ruangan digedung museum sandi telah dilengkapi dengan pendingin ruangan sehingga pengunjung merasa nyaman dan sejuk. Museum sandi juga dilengkapi dengan fasilitas seperti toilet, ruang ibadah, serta lahan parkir yang luas. Selain itu, dilantai 2 bangunan ini, terdapat ruang edukasi yang didalamnya terdapat komputer beserta perangkatnya yang bisa digunakan pengunjung untuk memperoleh segala informasi yang berhubungan dengan persandian, mulai dari sejarah persandian di Indonesia, informasi tentang koleksi-koleksi, bahkan permainan yang berhubungan dengan sandi.

Ruang Edukasi
 
     Selain ruang edukasi, di museum sandi juga terdapat ruang diorama, ruang perpustakaan, dan patung-patung replika. Ada pula jenis-jenis mesin sandi mulai dari yang paling kuno hingga paling modern, tokoh-tokoh penting dalam sejarah persandian Indonesia dan ada juga informasi mengenai Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN).
Para Perintis Persandian Indonesia
(dari kiri ke kanan: Letnan II Soenarto; Letnan I Santoso; Kapten Soejadi; Letnan Soewarjo)


Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN)
Beberapa koleksi alat-alat persandian Museum Sandi:

Mesin Sandi KLB - 7/T SEC
Mesin Sandi SR - 70B








Mesin Sandi SN - 011

     Sedikit berbeda dengan museum lain, museum sandi bisa dibilang relatif sepi pengunjung bahkan di akhir pekan. Padahal untuk bisa masuk kedalam museum sandi, para pengunjung tidak dipungut biaya sama sekali alias gratis. Selain itu sebenarnya koleksi-koleksi yang dimiliki museum sandi juga cukup menarik dan lengkap, tetapi mungkin  sosialisasi pemerintah daerah pada masyarakat mengenai keberadaan museum sandi masih sangatlah kurang. Menurut penjaga museum, para pengunjung yang datang justru banyak yang berasal dari luar kota Yogyakarta sedangkan warga Yogyakarta sendiri yang mengunjungi museum sandi kebanyakkan adalah mahasiswa yang sedang melakukan penelitian atau sekadar memenuhi tugas.

Bagi anda yang ingin berkunjung ke museum sandi, museum ini buka setiap hari dari senin sampai minggu dengan jadwal jam kunjungan sebagai berikut;
Senin-Kamis    : 08.00-15.00
Jum’at             : 08.30-15.30
Sabtu-Minggu  : 09.00-12.00

Museum Sonobudoyo II

               Siang itu, aku ditemani oleh 2 orang adikku dan 2 orang teman ke Museum Sonobudoyo Unit II Ndalem Condrokiranan yang terletak di Jalan Wijilan. Museum ini merupakan perluasan ruang pameran Museum Sonobudoyo I yang berlokasi di jalan Tikora No. 6, yang diresmikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X pada tanggal 28 Oktober 1998. Saat tiba di sana, kami menandai ada banyak mobil yang diparkir di halaman museum maupun di luar halaman. Hmm, mungkin hari ini pengunjungnya banyak, pikir kami. Kemudian kami menuju ke pintu masuk museum untuk membayar karcis, namun kami diberitahu oleh petugas museum bahwa saat itu aula museum sedang disewa untuk acara resepsi pernikahan. Pantas saja sejak di parkiran aku sudah mendengar lantunan-lantunan lagu yang dinyanyikan. Selain itu, museum sedang ditutup karena akan direnovasi bulan Februari 2015 mendatang dan diperkirakan selesai hingga bulan Desember 2015. Namun, kami tetap dipersilahkan berkunjung meski harus menunggu beberapa saat karena kunci gedung-gedung museum sedang diambil. Sembari menunggu, kami membeli es krim yang kebetulan lewat. Saat itu matahari sangat terik, es krim pun menjadi penawar yang pas sekali.
               Kemudian kami diberitahu oleh petugas bahwa kami sudah bisa masuk ke dalam museum. Kami dipandu oleh seorang bapak paruh baya. Sepertinya, ia telah lama bertugas di museum ini. Museum Sonobudoyo Unit II memiliki 4 buah ruangan yang berisi benda-benda bersejarah, lukisan, miniatur dan lain-lain. Pada ruangan pertama terdapat semacam pengenalan daerah-daerah di Provinsi Yogyakarta seperti peta 3D yang menunjukkan Provinsi Yogyakarta dengan batas-batas kabupaten-kabupaten. Kemudian selanjutnya masing-masing kabupaten dibuat cornernya. Di setiap corner kabupaten terdapat ukiran lambang kabupaten, foto-foto, kain batik, ikon-ikon masing-masing kabupaten salah satunya di corner Kabupaten Bantul terdapat miniatur di dan sebagainya.
               Ruangan kedua merupakan ruangan yang berisi benda-benda prasejarah, masa klasik dan masa Islam. Bagian prasejarah diisi dengan beberapa temuan di Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul pada jaman paleolitik, neolitik dan megalitik yang merupakan temuan dengan andil yang besar bagi prasejarah Indonesia. Temuan-temuan ini adalah alat serpih, bilah, kapak persegi, beliung tangga, patung prasejarah, patung binatang prasejarah, fragmen gerabah, kendi, manik-manik dan batu pipisan. Terdapat juga beberapa bahan galian berupa batu-batuan yang cukup besar. Binatang-binatang yang diawetkan pun turut hadir mengisi sisi-sisi ruangan, seperti 2 ekor kobra, ular sawah dan biawak, pada bagian reptil; ayam bekisar, ayam kampung, burung merpati, bulus dan landak berukuran besar. Selain itu beberapa jenis bambu seperti bambu legi, bambu ampel, bambu ori, bambu apus dan beberapa jenis kayu dan batang pohon seperti kayu mindi, kayu kelapa dan pohon pinang juga melengkapi jenis tumbuhan yang dipamerkan. Di sini juga dipajang foto-foto dari proses eksavasi Gunung Wingko beserta keterangannya. Miniatur Gunung Merapi pun ada, lho. Tapi sebenarnya yang menarik secara visual di bagian prasejarah ini adalah display tiruan manusia purba, hehe. Jadi berasa melihat wujud nenek moyang.
              Bagian masa klasik lebih banyak didominasi oleh patung batu Hindu dan Budha karena masa klasik Indonesia dimulai sejak kedatangan pengaruh agama-agama tersebut di tanah Jawa yang memberikan warna baru bagi kehidupan masyarakat Jawa pada masa itu. Selain itu, bagian masa klasik juga diisi dengan keramik-keramik Cina dari berbagai dinasti. Sedangkan pada bagian masa Islam terdapat foto-foto dan miniatur Masjid Kotagede Yogyakarta, kitab suci Al-Qur'an dengan ukuran yang besar dan sebagainya.
               Berikut adalah ruang ketiga yang memiliki bagian-bagian historis, bahasa, pendidikan, organisasi sosial dan peralatan hidup dan teknologi. Pada saat memasuki ruangan ini kami dapat langsung melihat foto Kanjeng Pangeran Hariyo Hadipati Danuredjo VIII beserta istri Goesti Kanjeng Ratoe Tjondrokirono yang merupakan pemilik terdahulu dari museum ini yang tentunya pada saat itu belum menjadi sebuah museum. Pada bagian historis diwarnai oleh potret-potret para pahlawan pada masa perjuangan dan perlawanan terhadap para penjajah dan potret-potret pada Masa Pergerakan Nasional di Yogyakarta yang dipelopori oleh para pemuda dan cendekiawan seperti Kongres Budi Utomo, lahirnya Muhammadiyah, Kongres Perempuan I dan berdirinya Taman Siswa. Selain itu ada juga keterangan-keterangan masa penjajahan, seperti pada masa penjajahan Jepang khusus di Yogyakarta kebijaksanaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk menyelamatkan agar romusha tidak tidak dikirim keluar dibuat proyek Selokan Mataram. Sedangkan pada masa perang kemerdekaan atau masa revolusi, dipamerkan foto-foto wujud perlawanan terhadap penjajah di Yogyakarta seperti foto kegiatan Pak Dirman di Gedung Agung, foto Perundingan Komisi Tiga Negara di Kaliurang, foto Yogyakarta sebagai Ibukota Negara RI, foto Serangan Umum 1 Maret 1949 dan foto Pelantikan Bung Karno. 
               Bagian bahasa memuat keterangan perkembangan bahasa dan aksara yang digunakan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari 3 macam, yakni aksara Jawa Kuno, aksara Jawa Tengahan dan aksara Jawa Baru. Pada keterangan tersebut dijelaskan bahwa penggunaan aksara Kawi dan aksara Jawa Tengahan oleh masyarakat belum dapat ditentukan, karena prasasti-prasasti yang ditemukan pada abad ke-4 Masehi sampai abad ke-8 Masehi masih mempergunakan aksara Sansekerta. Setelah itu masyarakat Jawa Kuno mempergunakan Bahasa Kawi sampai masa keemasan Majapahit. Pada masa itulah timbul Bahasa Jawa Tengahan. Bahasa Jawa Baru ditulis dengan aksara Jawa yang terdiri dari ( ha.na.ca.ra.ka. dan seterusnya ). Bahasa ini sebagai bahasa ibu yang digunakan secara aktif di dalam masyarakat. Sedangkan struktur Bahasa Jawa Baru adalah:
               1. Bahasa Ngoko
               2. Bahasa Jawa Krama
               3. Bahasa Jawa Krama Inggil
               4. Bahasa Jawa Campuran antara Ngoko dan Krama
              Selain keterangan di atas, terdapat tabel besar yang memperlihatkan wujud beberapa abjad di Indonesia, ada abjad Jawa Kuno, Bali, Jawa, Rencong, Rejang, Lampung dan Bugis Makassar. Prasasti-prasati pun tak ketinggalan mengisi bagian bahasa. 
               Bagian pendidikan memuat keterangan sisitem pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibagi menjadi 2, yaitu:
               a. Sistem Pendidikan Formal
                   Berlangsung di kalangan sekolah-sekolah
               b. Sistem Pendidikan Non Formal
                   Berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
                  Antara lain dengan:
                   - Model Nyantrik : Cara mendidik langsung dengan praktek
                   - Model Pesantren : Cara mendidik selain dengan teori keagamaan juga pelajaran ketrampilan.      
               Pada bagian organisasi sosial terpajang dengan rapi bagan sebuah organisasi pun benderanya yang diikat pada sebuah tiang. Kami langsung beranjak pada bagian peralatan hidup dan teknologi. Dari nama bagiannya saja sudah dapat ditentukan benda-benda apa yang mengisi bagian ruangan tersebut. Ya, pada bagian ini dipamerkan alat, bahan dan proses pembuatan gula kelapa, minyak kelapa dan geplak. Pada bagian ini juga terdapat miniatur Rumah Tradisional Kotagede yang dibuat dengan teknik potong dan pahat. Miniatur tersebut merupakan salah satu contoh tempat tinggal saudagar kota gede dengan susunan rumah yang terdiri dari pendopo, rumah dalem, gandok kanan, gandok kiri, gudang dan dapur. 
               Ruangan keempat adalah ruangan terakhir di mana di dalam ruangan ini berisi berbagai macam kesenian seperti seni arsitektur yang memamerkan  pajangan-pajangan foto dan miniatur rumah adat Yogyakarta, seni lukis yang memajang beberapa lukisan yang diantaranya lukisan R.A. Kartini dan lukisan seorang penari Bali yang menari sambil tersenyum manis. Ruangan ini juga menyajikan miniatur keadaan saat penjual dawet dan penjual soto sedang menjajakan jualannya. Selain itu terdapat pula manekin yang berpakaian adat Yogyakarta, baik pakaian sehari-hari maupun pakaian upacara. 
               Di sini juga memuat keterangan tentang beberapa upacara adat diantaranya Upacara Bersih Desa yang masih dilestarikan oleh masyarakat pedesaan berkaitan dengan upacara kesuburan tanah. Maksud penyelenggaraan upacara ini untuk memohon keselamatan kehadapan Tuhan juga sebagai ungkapan terima kasih yang mendalam atas bantuanNya kepada para petani selama satu tahun (Jumeiri, dkk. Upacara Tradisional dalam Kaitannya dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Istimewa Yogyakarta, 1983: 27). Selanjutnya adalah Upacara yang Berkaitan dengan Alam, walaupun kehidupan pertanian di Yogyakarta telah mengalami perkembangan, namun pergeseran itu belum dapat diikuti oleh semua masyarakat mendukugnya. Sebagian masyarakat masih menyelenggarakan kegiatan-kegiatan upacara untuk keselamatan hidup, menyelaraskan diri dengan alam, lingkungan misalnya upacara ruwatan bumi, ruwatan hewan, ruwatan anak sukerta, dan lain-lain (Bambang S. Monografi Daerah Istimewa Yogyakarta, 1980 hal 121)
               Cabang seni yang lain adalah seni patung yang memamerkan beberapa patung seperti patung parvati dan patung kasih sayang, selain itu ada juga wayang golek dan topeng-topeng. Sedangkan seni kerajinan memperlihatkan kain-kain batik, peralatan minum teh, kendi, teko, celengan, keris dan sebagainya. 
               Setelah selesai melihat-lihat seluruh isi dari keempat ruangan, kami pun pamit kepada petugas yang telah memandu kami. Senangnya, kami dibebaskan harga tiket masuk (HTM), lho!  Mungkin hal itu adalah tanda maaf bagi kami karena ketidaksiapan pihak museum saat kami datang berkunjung. Entahlah. Namun aku senang sekali karena dapat menambah wawasan secara cuma-cuma.
                (Dewanti Dadana)