Minggu, 21 Desember 2014

MUSEUM DIPONEGORO (Rusydha Azmi KP)


Sasana Wiratama nama yang terdengar lebih akrab di kalangan warga Jogja atau yang biasa di sebut Museum Pangeran Diponegoro. Terletak 4 kilometer dari titik nol kota Jogja. Museum ini menjadi saksi bisu atas kehidupan bangsawan keturunan raja Yogyakarta,  yang lebih memilih untuk hidup berdampingan dengan rakyat.
Sekilas, ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah bersejarah ini, yang tampak oleh pandangan mata hanyalah sebuah bangunan pendopo Jawa yang mana beberapa meter di depannya terdapat sepasang meriam peninggalan masa kolonial Belanda yang membelah jalan. Sama sekali tak terlintas di pikiran akan adanya tanda – tanda museum. Namun palingkanlah wajah ke sisi kiri dan anda akan menemukan museum yang  di maskud. Bangunannya memang tidak begitu besar namun di dalamnya kita dapat menemukan bergbagai peninggalan sang panglima perang. 
 
Banyaknya koleksi di museum ini terdapat kurang lebih 190 benda milik Pangeran Diponegoro seperti koin, perangkat gamelan, perabotan rumah tangga, batu akik, surat – surat yang ditulis dengan aksara Jawa dan berbahasa Belanda, senjata perang meliputi: tombak; pedang, keris, bandil (semacam martil yang terbuat dari besi) patrem (senjata prajurit perempuan), hingga candrasa (senjata tajam yang bentuknya mirip tusuk konde) yang biasa digunakan telik sandi (mata-mata) perempuan. Beberapa peralatan rumah tangga buatan tahun 1700-an yang mayoritas terbuat dari kuningan yang terdiri dari tempat sirih dan kecohan-nya (tempat mebuang ludah), canting (alat untuk membatik), teko bingsing, bokor hingga berbagai bentuk kacip (alat membelah pinang untuk makan sirih) namun juga ada beberapa peralatan yang terbuat dari tanah liat seperti kendi, periuk, dll. 

Di dinding terdapat foto dari lukisan Raden Saleh yang berjudul “Penangkapan Pangeran Diponegoro” juga berbagai macam tempelan huruf Jawa namun berbeda dengan aksara Jawa.
Di ruangan lain terdapat kereta kuda lengkap dengan tali untuk menarik kuda, beberapa patung seperti Ganesha berukuran kecil, sepasang patung Loro Blonyo serta lampu hias. Di sana juga terdapat dua buah senjata keramat yaitu keris dengan 21 lekukan yang bernama Kyai Omyang, buatan seorang empu yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit dan pedang yang berasal dari Kerajaan Demak. Di pendopo juga terdapat seperangkat gamelan milik HB II buatan tahun 1752 berupa ketipung (gendang kecil) dan wilahan boning penembung yang terbuat dari kayu dan perunggu berwarna merah dan kuning. Seluruh "wilahan" atau besinya masih asli, hanya kayu gamelan yang sudah diganti karena lapuk termakan usia.
Pada bagian depan pintu masuk kompleks ini terdapat sebuah dinding setinggi dua setengah meter lebih dengan relief bergambar sesosok raksasa melawan seekor naga. Relief tersebut adalah Sengkalan Memet ( Candra Sengkala ) yang berarti 5281. Aturan membacanya secara terbalik sehingga mempunyai makna 1825 sebagai tanda dimulainya perang Pangeran Diponegoro.

Di sisi belakang pengunjung dapat melihat dinding yang jebol, sejarahnya adalah dinding tersebut di jebol sebagai jalan Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pasukannnya untuk meloloskan diri dari kepungan Belanda. Anda juga dapat menemukan padasan atau tempat menampung air untuk berwudhu dan batu camboran untuk memberi makan dan minum kuda – kuda milik Pangeran Diponegoro.
Fasilitas yang disediakan di Museum ini adalah diorama, jasa pemandu, perpustakaan, dan pendopo yang dapat di sewa untuk kepentingan umum.
Dengan berkunjung ke tempat – tempat bersejarah kita mendapatkan berbagai pelajaran baru dan dapat menghargai jasa – jasanya para pahlawan.

Tiket
Sukarela
Buka Senin - Sabtu
Pk 08:00 - 13:00 WIB
Alamat: Jl. HOS Cokroaminoto, Tegalrejo TR III/430 Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar