Penulis :
Yuliana Evita Nugraeni
NIM :
14/367408/SA/17585
“Indonesia
tanah air beta. Pusaka abadi nan jaya.
Indonesia sejak dulu kala,
tetap dipuja – puja bangsa.”
Kutipan
lirik lagu Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki berputar indah bak balerina di
kepala saya. Ketika saya mengeksplor suatu tempat—yang sejak dulu kala, bahkan sebelum
Indonesia merdeka—bangunan ini sudah ada. Tempat yang dulunya menjadi rumah
tradisional bangsawan orang Jawa kini menjadi sebuah wadah pelestarian benda –
benda sejarah yang bernilai filosofis. Beruntungnya Indonesia sudah memiliki
wadah untuk melestarikan segala jenis kebudayaan yang luar biasa. Buah pikir
masyarakat Indonesia pada masa lalu menghasilkan beraneka ragam benda yang
memiliki nilai estetika yang tinggi
dengan nilai – nilai filosofis yang ada pada setiap barang tersebut. Karena
termakan oleh zaman, koleksi benda – benda seni itu sendiri mulai berkurang
jumlahnya. Semakin sulit ditemukan di tanah kita sendiri.
Bangunan
ini adalah sebuah museum bernama Museum Sonobudoyo Unit I. Museum ini terletak
di Jalan Trikora No. 6, di bagian utara alun-alun timur Kraton Kesultanan
Yogyakarta. Pada tahun 1935, museum ini diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII. Nama Sonobudoyo diambil dari dua kata yaitu "Sono" yang
berarti tempat dan "Budoyo" yang berarti kebudayaan. Jika ditelaah
lebih lanjut, Sonobudoyo berarti tempat untuk menyimpan, merawat dan memamerkan
benda – benda kebudayaan. Museum Sonobudoyo berbentuk Joglo Limasan. Sebuah
arsitektur dari Yogyakarta yang patut untuk dilestarikan. Di bagian selubung
pendoponya dulu terbuka, sekarang sudah ditutup dengan kaca transparan dengan
hiasan grafis motif sederhana sehingga terlihat mewah dari luar. Di pendopo
inilah pengunjung disambut dengan 2 perangkat gamelan yang diberi nama Kyai
Mega Mendung yang berasal dari Cirebon pada abad ke-19. Perangkat gamelan yang
satu lagi diberi nama Kyai dan Nyai Riris Manis. Gamelan ini memiliki nada
Slendro Pelog dan dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VI.
Lebih
dalam lagi dari pendopo ada Ruang Pengenalan
yang memamerkan Pasren berusia 2,5 abad. Ada tempat tidur, bantal,
guling, kasur, kelambu, sepasang patung loro blonyo, sepasang lampu robyong,
dan sepasang lampu jlupak. Benda – benda di ruang pengenalan ini mewakili benda
– benda yang akan dipamerkan pada ruang – ruang koleksi selanjutnya.
Berbelok
ke kiri, ada ruang selanjutnya yaitu Ruang Prasejarah dan Ruang Klasik dan
peninggalan Islam. Di ruang prasejarah memamerkan banyak benda yang digunakan
oleh manusia zaman prasejarah. Mulai dari alat memasak sampai senjata ada di
sini. Ada juga peti kubur batu atau sarkofagus yang ditemukan di Gunungkidul.
Semua peralatan prasejarah terbuat dari batu. Meski umurnya sudah berabad –
abad, benda – benda prasejarah masih terlihat kuat dan tak rapuh. Di Ruang
Klasik banyak sekali patung kepala dewa dan perhiasan pada masa bercocok tanam.
Ruang
berikutnya adalah Ruang Batik. Ruang favorite saya. Entah mengapa saya menyukai
sekali ruangan ini. Saya hanya merasakan tenang di sini. Berbagai kain batik
dengan motif yang bermacam pula ada di sini. Selalu ada pendeskripsian di
setiap batik. Menjelaskan darimana motif batik itu berasal dan digunakan pada
acara apa saja kain – kain batik tersebut. Tak hanya batik. Koleksi lain selain
batik pun ada kertas penjelasannya sendiri dengan bahasa yang komunikatif
sehingga mudah untuk dipahami oleh pengunjung. Selain kain – kain batik. Ada juga
peralatan membatik seperti lilin dan canthing serta anglo kecil beserta wajan
kecil dan juga kain putih. Bila ingin melihat bagaimana proses pembuatan batik,
tersedia pula layar sentuh dengan menu khusus untuk menampilkan cara – cara pembuatan
batik.
Lepas
dari Ruang Batik kini menuju Ruang Wayang. Koleksi di ruang ini terdiri dari
wayang kulit dan wayang golek. Sebagian besar wayang kulit berasal dari Jawa,
namun ada juga wayang kulit yang berasal dari Bali. Sedangkan wayang golek
kebanyakan berasal dari Jawa Barat. Tak sanggup saya menghitung ada berapa
wayang di ruangan ini. Karena banyak sekali. Dan wayang – wayang ini terlihat
cantik dengan warnanya yang bervariasi.
Selanjutnya
adalah Ruang Topeng yang menyimpan berbagai macam topeng dari Jawa Barat hingga
Bali. Kemudian ada Ruang Jawa Tengah. Barang – barang seperti pintu kursi dan
meja ukiran khas Jepara ada di sini. Berikutnya Ruang Perunggu yang menyimpan
banyak peralatan makan dan peralatan upacara adat. Di ruang terakhir yaitu
Ruang Bali yang menyimpan banyak patung dan alat – alat bertani, berburu dan
senjata khas Bali. Ada replika Candi Bentar di sini. Sehingga kalau menggambil
gambar di sini terasa seperti di Bali.
Indonesia
mempunyai banyak kebudayaan bagus yang sudah sepatutnya dilestarikan seperti
ini. Tunggu apa lagi untuk mengunjungi museum terlengkap kedua di Indonesia
setelah Museum Nasional Indonesia ini? Hanya dengan membayar Rp 2000 – Rp 5000,
pengunjung dapat berjumpa dengan masa lalu. Serta mendapatkan pengetahuan yang
tak ternilai harganya. Karena saat ini Museum Sonobudoyo menyediakan tour guide gratis. Selamat berkunjung!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar